Papua dijadikan perebutan lahan politik, lahan perut, lahan kepentingan bagi buaya-buaya rakus akan jabatan dan berbagai dimensi multi kepentingan; penyiksaan, pembunuhan, keterbelakangan dibangun opini publik melalui media cetak dan elektronik bawah Papua lagi bergejolak dalam tanda kutip kacau, tidak aman, rusuh dan konotasi negatif di alamatkan untuk "PAPUA" memang ada gejolak tapi itu teriak dari rakyat Papua untuk di perhatikan berdiri sama tinggi, duduk pun sama rendah dengan daerah lain. Bayangkan Papua yang mempunyai kekayaan alam begitu besar orang Papua pun hidup masih telanjang, tinggal di honai dan masih banyak lagi ketimpangan antara Papua dan Daerah lain di Indonesia.
Itulah kenapa orang Papua minta diperhatikan, bayangkan PT. Freeport yang tukang tipu itu, telah mengalabui dikatakan bawah PT. Freeport itu adalah perusahan tembaga baru terungkap pada tahun 2004 baru PT. Freeport bukan hanya tembaga saja namun jauh dari itu ada emas, ada nikel, ada uranium dll. Sekali lagi orang Papua telah ditipu beberapa tahun belakangan ini baru terungkap, terus pertanyaan besar selama ini siapa yang merasakan kesejahteraan atas keberadaan PT. Freeport, Orang Papua jawabannya pasti TIDAK, Papua telah dimiskinkan oleh struktur, oleh kekuasaan baru pada tahun 2001 diberikan OTSUS Papua,itupun dengan perjuangan berteriak MERDEKA yang menelang korban. OTSUS diberikan tanpa ada aturan pelaksana dari Pemerintah Pusat bagimn mau menjalankan. Sekali lagi kekayaan Papua sdh diambil, dirampas, dirampok olh orang-orang yang RAKUS.
ini jelas bukan suratan takdir, tapi menjadi fakta sejarah. Banyak negara yang kaya sumber daya alam, penduduknya justru masuk kategori miskin. Hanya beberapa gelintir orang yang mempunyai akses kekuasaan yang ikut menikmati ’kue’ ekonomi. Sebagian besar hasil kegiatan ekonomi justru mengalir ke negara-negara maju yang nota bene relatif miskin sumber daya alam. Demikian pula untuk kasus di dalam negeri, banyak daerah yang kaya potensi sumber daya alam khususnya tambang dan mineral yang mempunyai nilai ekonomi tinggi tetapi justru banyak desa di areal pertambangan yang masuk kategori desa miskin. Kita masih ingat kisah pilu masyarakat Bangka-Belitung yang tetap miskin setelah era kejayaan timah habis sebagaimana tergambar dalam film Laskar Pelangi. Cerita sedih yang sama, dialami penduduk Aceh. Propensi yang tadinya merupakan penyumbang devisa dari LNG tersebut banyak yang tetap miskin. Dan sumber gas yang dikelola ExxonMobil di wilayah itu kini pun sudah surut. Kasus pemiskinan struktural diatas pun kita rasakan di Propinsi Papua yang terkenal dengan sumber daya alam yang begitu besar, saat ini belum begitu dirasakan hasil eksploitasi SDA Papua, Tapi dalam jangka panjang masyarakat akan menyaksikan bangkai-bangkai instalasi sumur minyak, kilang tua, lubang pertambangan, hutan gundul, serta menanggung resiko akibat sisa-sisa tumpahan minyak yang mengganggu kesuburan tanah. Di lain sisi masyarakat lokal yang mempunyai sumberdaya daya alam tidak begitu menikmati hasil dari eksploitasi SDA, Rata-rata dijadikan objek, digilas dan tak bisa berbuat banyak ketika berteriak akan hak-haknya. Maka akan muncul pertanyaan yang sederhana namun sulit untuk di implementasikan, Bisakah Kekayaan Alam Papua Mensejahterakan Masyarakat Papua?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar